Kamis, 29 Oktober 2009

pemahaman pancasila

DI tengah minimnya minat mahasiswa mempelajari Pancasila, President University, Kota Jababeka, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, justru gencar menggali nilai-nilai dasar negara tersebut. Pihak universitas yang mahasiswanya berasal dari dalam dan luar negeri itu berupaya menanamkan pengetahuan tentang Pancasila melalui seminar membedah buku “Negara Pancasila: Jalan Kemaslahatan Berbangsa”, pekan lalu. Seminar menghadirkan penulis buku terbitan LP3ES itu, As’ad Said Ali. “Kami berharap student (mahasiswa) baru angkatan 2009 mendapatkan materi pembekalan dan basic tentang Pancasila,” kata Rektor President University Prof Dr Ermaya Suradinata dalam kata sambutannya.

Melalui materi tersebut, mahasiswa diharapkan dapat menjadikan Pancasila sebagai dasar, filsafat, dan falsafah dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga dari mana pun asal mahasiswa, dalam maupun luar negeri, bisa memahami betul bangsa Indonesia.

“Mahasiswa bisa mencintai bangsa Indonesia. Sehingga kelak bila sudah ditugaskan kembali ke negaranya, akan tetap mencintai Indonesia. Dan bisa membuat hubungan Indonesia dengan negaranya menjadi hubungan yang harmonis dan baik,” papar Ermaya.

Mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) itu mengatakan, kemerdekaan harus diisi dengan senantiasa meningkatkan pemahaman dan penguatan dasar-dasar ideologi Pancasila. Sebagai sebuah ideologi, Pancasila telah digali dari budaya Indonesia dan dilahirkan proses berbangsa dan bernegara.

Presiden pertama Ir Soekarno, kata Ermaya, dalam pidato tanggal 30 Juni 1945 pukul 12.15 WIB dalam sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPU-PKI) telah menegaskan hal tersebut. Rumusan Pancasila, dipersiapkan secara matang. “Dan demikianlah paradigma bangsa Indonesia, dimulai dari Pancasila,” kata Ermaya.

Menurut dia, ada lima hal yang bisa digali dari Pancasila. Pertama, dilandasi oleh ontologi yang tergambar dari sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Kedua, disebut dengan epistemologi. Yakni bagaimana melihat suatu kondisi yang nyata terjadi dalam kehidupan masyarakat Indonesia dengan segala kemajemukannya.

“Diperlukan adanya persatuan dan kesatuan dalam kemajemukan itu. Sesuatu yang dimiliki bangsa Indonesia begitu kuat. Sehingga bisa dikembangkan hal ketiga, yakni diaksiologikan potensi yang dimiliki bangsa ini. Tentu harus kita lihat dari sila-sila dalam Pancasila,” jelas Ermaya.

Hal keempat, imbuh Ermaya, adalah aspek antropologi. Sangat jelas tergambar bagaimana sila keempat berbunyi Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Sila ini mengandung esensi dasar bagaimana bangsa Indonesia dengan sistem demokrasi. Yang kelima, adalah landasan historis dari lahirnya sila-sila dalam Pancasila.